Ingat masa-masa dimana kita menonton film tentang baseball (atau football atau ball-ball lainnya) yang tentunya datang dari negara yang oleh sebagian besar dari kita dianggap sebagai “bully” (preman) nya dunia? Ingat adegan dimana karakter-karakter di film-film tersebut mengkonsumsi benda lonjong yang diapit oleh dua roti yang dihiasi dengan segala macam benda aneh yang mereka sebut sebagai ketchup dan mustard (dan entah apa lagi)?
Ada kemungkinan bagi sebagian dari kita bentuk konsumsi seperti itu adalah hal yang sudah menjadi kebiasaan (“biase jak lah” kata orang Pontianak), dan benda-benda yang kita (setidaknya saya) anggap aneh itu, sama sekali bukanlah hal yang aneh lagi. Jaman sekarang, beras dan sagu adalah benda yang lebih aneh.
Tapi pertanyaan itu masih muncul secara sporadis, apalagi dimasa sekarang ini dimana makanan sudah “meng-global”, disana-sini muncul vendor makanan modern yang mau tidak mau sebagian membawa variasi dari makanan Amerika, negara (yang kata sebagian dari kita di Indonesia) adalah negara pendukung Yahudi yang tidak tahu artinya halal-haram.
“Apa benar hot dog sama saja dengan “anjing panas” dan dengan demikian merupakan hasil olahan daging anjing dan daging-daging meragukan lainnya?” pertanyaan ini muncul di kepala saya diluar fakta bahwa pada saat yang bersamaan saya sedang menikmati sepiring nasi dengan sayur sawi rebus, dihiasi tempe sambel dengan sedikit ikan teri, tidak ada hot dog.
Usai makan saya membuka ensiklopedia digital versi bajakan (tidak punya uang untuk membeli yang asli dan koneksi internet terlalu buruk bahkan untuk jalan-jalan ke wiki) dan menemukan hal-hal berikut:
Istilah hot dog itu, konon, awalnya dilontarkan oleh Thomas A. Dorgan seorang kartunis di sebuah surat kabar pada tahun 1905. Ada banyak versi cerita yang mencoba menjelaskan kenapa dia mempergunakan istilah itu. Tapi salah satu versi menyatakan bahwa Drogan yang merupakan penggemar dari New York City Giants, mendengarkan penjual makanan di stadiun milik Giant menawarkan “sosis dachshund yang merah dan panas.”
Nah! Dachshund adalah sebuah ras anjing yang tampilannya “ditengarai” mirip dengan sosis Jerman, sebuah rupa makanan yang nama aslinya adalah frankfurter, oleh karena itu makanan ini akhirnya sering dinamai dachshund. Frankfurter (atau kemudian: dachshund) ini sendiri adalah sosis berkulit tipis asli Jerman dibuat dari “sapi” asap atau “babi” asap yang digiling kemudian dipanggang, kemudian digoreng, kemudian direbus.
Anda pernah lihat anjing yang tubuhnya panjang namun dengan kaki-kaki yang pendeknya bukan main sehingga membuat anda berpikir: “bagaimana mungkin makhluk tersebut bisa berdiri tegak, berjalan pula”? Saya tidak bisa menjawab bagian “bagaimana mungkin” tadi, tapi itulah anjing ras dachshund.
Ini anjing model dachshund:
Quote:
Sama sekali tidak ada bukti kalau sekilo frankfurter berasal dari sekilo daging “anjing” dari ras dachshund, pomeranian, bullmastif atau ras-ras anjing lainnya. Nasib mereka masih lebih baik jika dibandingkan dengan ras-ras anjing generik yang di Indonesia sering disebut anjing kampung (karena alasan keamanan saya tidak mau membahas hal ini lebih lanjut).
Yang jadi masalah bagi Drogan adalah: produk daging pada masa itu sering kali “tercemar” bahkan sebelum adanya regulasi pemerintah Amerika Serikat, tersiar rumor kalau sosis yang beredar di pasaran terbuat dari daging anjing. Hal ini mendorong Drogan membuat sebuah kartun yang berisi kritik terhadap industri daging dengan menggambarkan seekor anjing “dachshund” diolesi mustard dan diapit oleh roti.
Ada kecurigaan bahwa Drogan tidak bisa mengeja “dachshund” (yap! mengetiknya saja repot), maka Drogan, tidak mau repot, memberi judul pada kartun tersebut “Get your hot dogs here” (“ambil anjing panasmu di sini” yang sesungguhnya dimaksudkan Drogan adalah “ambil dachshund panasmu di sini” tapi ayolah, mengeja kata-kata dalam bahasa Jerman terkadang memang menyebalkan.)
Seorang pengusaha makanan spesialisasi stadiun baseball (concessionaire, vendor makanan yang beroperasi dalam stadiun baseball disebut concession) Harry Stevens memanfaatkan kesempatan itu. Dia meraup banyak keuntungan dengan menjual hot dogs dan kartu skor kepada penggemar baseball di seluruh Amerika Serikat.
Dan kemudian berlarianlah anjing-anjing panas itu kemana-mana.
Yang harus diperhatikan, dari perspektif sejarah dan kebudayaan, setidaknya mulai dari abad XIII saat orang-orang kulit putih mendapat ide-ide yang aneh-aneh tentang kolonialisme dan imperialisme, mengambil hak mereka atas orang-orang barbar di belahan lain dunia (pokoknya semua yang ada diluar belahan dunia mereka adalah barbar): ide tentang memakan anjing itu sendiri sama lucunya dengan ide kanibalisme.
Dalam banyak kesempatan mereka tidak ragu-ragu menunjukkan sikap kalau anjing mereka lebih berharga daripada si orang Jawa, atau si orang Cina, atau si orang Afrika, bahkan terhadap sebagian dari orang-orang yang mempunyai nada kulit yang sama dengan mereka. Parahnya sikap dari abad XIII ini diadopsi penuh oleh sebagian dari penggemar anjing (dan kucing) di Indonesia saat ini… bicara tentang barbar .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar